Pages

Monday, August 31, 2020

Film: Sebuah Definisi



APA itu film? Apa bedanya film dengan video? Artikel ringkas ini ingin membentangkan batasan film dalam konteks ilmu komunikasi. Setidaknya dari sini dapat tergambar hal-hal yang esensial dari sebuah pesan audio visual hingga dapat disebut sebagai film. Untuk membantu pemahaman, ada beberapa ilustrasi dan contoh. Mudah-mudahan itu semua bisa membantu. Kalau pada akhirnya malah membingungkan, itu pertanda bahwa sudah saatnya Anda mencari ke sumber lain ;)

FILM adalah kisah atau narasi yang disajikan secara audio visual. Penyajian ini dapat saja menggunakan beragam format pesan, mulai dari format film yang siap untuk ditayangkan di bioskop atau yang lebih sederhana seperti video untuk konsumsi via televisi, komputer dan internet. Jadi film yang dimaksud dalam konteks komunikasi, khususnya dalam artikel ini, tidak membatasi diri pada film yang ditujukan untuk ditayangkan di bioskop saja. Kisah atau narasi apa saja yang disajikan secara audio visual, itulah film.

Dua kata kunci untuk film. Pertama, bersifat audio-visual atau visual saja (moving picture). Meski tidak lazim, bisa saja film disajikan tanpa audio atau film bisu (lihat: Sejarah Awal Film: Dari Bisu ke Suara). Kedua, memenuhi syarat kisah atau narasi. Narasi ditandai dengan adanya tokoh atau para tokoh yang lengkap dengan plot (alur cerita) yang mengisahkan rangkaian kejadian, setting (ruang dan waktu cerita), yang dikemas dengan cara penuturan tertentu (genre). Kedua kata kunci tadi harus dipenuhi, apapun tema ceritanya: fiksi atau non-fiksi.

Dalam sejarahnya, film awalnya menyajikan peristiwa nyata tentang kehidupan atau aktifitas sehari-hari manusia (non-fiksi). Kemudian dalam perkembangannya, para pembuat film berimajinasi untuk menyampaikan cerita yang sifatnya rekaan (fiksi). Fiksi atau non-fiksi pada dasarnya hanyalah pilihan obyek cerita dari para pembuat film. Esensinya ada pada pesan inti (film statement) yang ingin disampaikan. Contoh, pesan yang dingin disampaikan adalah "cinta sejati akan selalu menanti". Dari pesan inti itu di tahun 2016 lahir film Ada Apa Dengan Cinta 2. Ini film fiksi. Tetapi bisa saja pembuat film menemukan kejadian serupa di kehidupan nyata lalu membuatnya menjadi film non-fiksi. Apapun yang dipilih, tetap film statement itu yang dingin disampaikan.

Tidak semua film membuat batas yang tegas antara apakah ceritanya murni fiksi atau non-fiksi. Untuk menarik perhatian penonton, beberapa film diberi catatan "based on true story" atau sengaja diangkat dari peristiwa atau tokoh dengan kisah nyata yang dipercaya dapat menarik minat publik. Benar, di satu sisi ini merupakan film non-fiksi. Tapi tidak murni karena sentuhan fiksinya tetap ada. Dengan strategi ini, di satu sisi pembuat film dapat dengan mudah meyakinkan penontonya tentang 'kebenaran' film mereka. Di sisi lain, para pembuat film memiliki ruang dan peluang untuk memoles cerita agar lebih menarik. Beberapa film yang masuk kategori ini antara lain Jenderal Soedirman (2015) atau Unbroken (2014) yang berkisah tentang Louis Zamperini seorang atlit olimpiade yang menjadi tentara AS di Perang Dunia II dan ditawan tentara Jepang.

Pada akhirnya film adalah kemasan pesan. Satu bentuk dari sejumlah kemasan yang dimungkinkan oleh perkembangan teknologi media (massa). Suratkabar mengemas pesan dalam bentuk teks dan gambar sementara radio dalam bentuk audio. Televisi yang memiliki banyak kemiripan dengan film dari sisi mediumnya karena keduanya bersifat audio visual. Yang membedakan kedunya hanyalah pada jenis pesan yang disajikan. Film hanya membatasi diri pada kisah naratif sementara televisi lebih luas. Disitulah letak kekuatan film. Narasi nyaris tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Film yang sudah diproduksi berpuluh tahun lalu pun tetap tidak kadaluwarsa. Beberapa film lama dengan format hitam putih malah direstorasi kembali. Memang tidak akan sama dengan menyaksikan film terbaru, tetapi kita dapat menikmati ceritanya, bukan? @aswan

No comments:

Post a Comment