Pages

Tuesday, September 8, 2020

Dongeng Genre Film



JANGAN cari rincian dari setiap genre. Artikel ini hanya berkisah tentang apa saja yang terkait dengan genre film, kegunaan dan substansi dasarnya dalam perspektif ilmu komunikasi. Semuanya berangkat dari asumsi film sebagai pesan komunikasi massa. 

GENRE. Secara sederhana genre dapat dijelaskan sebagai pengelompokkan komposisi suatu karya artistik menurut kemiripian bentuk, gaya, dan subyeknya. Untuk konteks film, genre adalah pengelompokkan jenis film. Pengelompokkan ini ditujuakan sedikitnya untuk tiga hal. Pertama, kepentingan analisis atau kritis. Biasanya ini digunakan para pemerhati atau pengamat film untuk memudahkan pembacaan mereka. Kedua, kegunaan bagi penonton. Genre akan membantu penonton dalam mengantisipasi film apa yang akan mereka tonton. Dengan demikian mereka sebelumnya sudah mendapatkan gambaran umum tentang seperti apa bentuk atau gaya penuturan film pilihannya. Ketiga, genre berguna untuk strategi pemasaran. Dari klasifikasi tersebut akan terlihat film jenis apa yang diminati, yang kurang diminati, atau bahkan yang berpeluang untuk diproduksi.

Memang tidak ada genre yang 'abadi'. Ada satu masa di mana genre tertentu mendominasi pasar dan diproduksi secara massal, tetapi ada juga masa di mana film genre tersebut tidak mendapat tempat lagi. Di Indonesia, di era 1980an genre aksi (action) dan perang (war) pernah mendominasi. Setelah memasuki masa vakum, film musikal Petualangan Sherina (2000) yang justru membangunkan geliat film Indonesia. Kemudian diikuti dengan produksi sejumlah film drama dan sampai pada satu masa di mana film horor yang begitu mendominasi. Tiga film genre ini bahkan capai jumlah penonton di rentang 1,2 sampai 1 juta penonton: Terowongan Casablanca (2007), Tali Pocong Perawan (2008), Air Terjun Pengantin (2009).

Bukan horor saja, setidaknya sampai dengan artikel ini dibuat, sepuluh film yang merajai bioskop Indonesia didominasi genre drama: Laskar Pelangi (sutradara Riri Reza, 2008), Habibie & Ainun (Faozan Rizal, 2012), Ada Apa dengan Cinta? 2 (Riri Reza, 2016), Ayat-ayat Cinta (Hanung Bramantyo, 2008), My Stupid Boss (Upi Avianto, 2016), Ada Apa dengan Cinta? (Rudy Soedjarwo, 2002), Eiffel I'm in Love (Nasri Cheppy, 2003), 5 cm (Rizal Mantovani, 2012), Ketika Cinta Bertasbih (Chaerul Umam, 2009), dan Rudy Habibie (Hanung Bramantyo, 2016).

Kembali ke ulasan tentang genre, tidak ada batasan yang tegas tentang berapa atau apa saja genre dalam film. Konon tiap periode waktu dan benua seperti Amerika, Eropa, Asia bahkan negara memiliki genrenya masing-masing. Ada yang mencoba membagi genre dari kategorisasi utama dan sub. Maksudnya, ada genre utama dan ada pula subgenre yang merupakan turunan atau bagian dari genre utama. Tetapi ini pun tidak sepenuhnya dapat diterapkan karena sifat genre yang cair. Tidak jarang dalam satu film merupakan hasil percampuran dari lebih dari dua genre.

Meski demikian secara umum, dalam perspektif ilmu komunikasi, lebih pas melihat genre dari substansi kisah yang dituturkan: fiksi atau non-fiksi. Dengan pendekatan tersebut, akan memudahkan pengkajian film. Film fiksi, genrenya dapat merupakan satu atau percampuran dari genre-genre berikut ini. Sebut saja seperti genre drama, romantis, epic, musikal, komedi, bencana, aksi (action), spionase, detektif, perang, superhero, thiriller, horor, fantasi, adventure, fiksi ilmiah (sci-fi), atau animasi. Sementara untuk film non-fiksi biasa disebut sebagai film dokumenter yang genrenya antara lain advokasi, public affair, ilmu pengetahuan, etnografi, sejarah dan biografi.

Bisa saja dalam satu kesempatan, sebuah film mengangkat kisah hidup seseorang. Sebut saja seperti film Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015), Soekarno (2013), atau Jenderal Soedirman (2015). Meski bercerita tentang tokoh dan episode yang nyata, film tersebut tetap tidak dapat disebut sebagai film non-fiksi. Pertama, setting-nya tidak alamiah, bukan pada masa di mana mereka hidup. Kedua, tidak diperankan oleh tokoh aslinya. Ketiga, pembuat film memiliki ruang dan peluang untuk memoles cerita agar lebih menarik. Film seperti ini lebih pas dimasukkan dalam genre drama yang berbaur dengan epik sejarah dan (interpretasi) biografi. @aswan

Tautan:
Daftar Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa (Wikipedia, 8 September 2016)
7 Film Horor Indonesia Terlaris Dalam 10 Tahun Terakhir (Tribunnews, 19 April 2016)
Ini 70 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa (Showbiz Liputan6, 16 Agustus 2015)

No comments:

Post a Comment